Minggu, 01 Mei 2011




MAKALAH
“ BA’I DAN KHIYAR “
Mata Kuliah : FIQIH MA’AMALAH
Dosen pengampu :
H Moh Syamsul Falah,M,Pd.
















Penyusun :
Faizin 













AL JAMI’AH LI ULUM AL QUR’AN WA AL TAFSIR
TARBIYATUT THOLABAH
Kranji Paciran Lamongan
1431H/2010 M

















KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Fiqih Muamalah “. Semoga jerih payah kami dicatat sebagai amal baik yang nantinya bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi seluruh mahasiswa pada umumnya.
Dalam makalah ini akan kami uraiakan tentang “  Bai dan Khiyar “ yang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita sekalian.
Kami menyadari,makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Untuk itu,Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang akan datang, Dan makalah ini adalah makalah perdana mata kuliah “ fiqih muamalah “ pada semester III ini karena kami menyadari kebenaran yang haq hanyalah milik Allah SWT.
                                                                                                           

Penyusun








DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................ i 
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….iv
A. Latar belakang ……………………………………………………….. iv
B.  Rumusan masalah ……………………………………………………. iv
C.  Tujuan pembahasan …………………………………………………...iv
BAB II ……………………………………………………..…………….. v
A.Pengertian Jual beli  ……………………………………………………v
B.Rukun Jual beli ………………………………………………………...vi
C.Hukum jual beli ………………………………………………………..vii
BAB III ………………………………………………………………….viii
A.Pengertian khiyar ……………………………………………………...viii
B.Perbedaan para ulama’…………………………………………….……ix
BAB IV PENUTUP ……………………………………………………...xi
A.Kesimpulan ………………………………………………………….....xi
B.Saran dan kritik …………..…………………………………………… .xi
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... ..xii





BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar belakang
            Didalam ilmu fiqih ada banyak pembahasan dengan demikian ada beberapa pembahasan tidak pernah tersentuh sehingga kami mencoba membahas “ Bai dan Khiyar “ .
            Untuk itu kami selaku pemakala mencoba untuk mengangkat dan menguraikan masalah tersebut dalam dunia sivitas akademika tentunya dengan harapan semoga bisa mengerti dan memahaminya,lebih-lebih sebagai penerus ahli fiqih generasi berikutnya,Aamin Yaa Robbal Aalamin.
B.Rumusan masalah
1.Apa yang dimaksud Bai’ ?
2.Bagaimana Rukun – Rukun Bai ‘ ?
3.Bagaimana Hukum Bai’ ?
4.Apa yang dimaksud Khiyar ?
5.Apa saja macam-macam Khiyar ?
6.Bagaimana Perbedaan pendapat antar Ulama’ ?
C.Tujuan Pembahasan
1.Mengetahui maksud dari Bai’.
2.Dapat menyebutkan Rukun – Rukun Bai’.
3.Dapat menjelaskan Hukum – Hukum Bai’.
4.Mengetahui maksud dari Khiyar.
5.Dapat menjelaskan perbedaan pendapat antar ulama’.




BAB II
A.    PENGERTIAN JUAL BELI ( BAI’ )
Bai’ ( jual beli ) menurut bahasa artinya “ menukarkan sesuatu dengan sesauatu yang lain “Sedangkan  menurut syara’ adalah “ menukarkan  harta dengan harta yang lain melalui cara tertentu “.[1]
Dasar  hukum  jual beli  adalah ayat Al-Qur’an Surat Al- Baqoroh Ayat 275 :
واحل الله البيع وحرم ا لر بو ا ( البقرة :  275 )
Artinya : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.[2]
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi,ditinjau dari hukumnya ada 2 macam yaitu: jual beli yang sah menurut hukum dan batal,dari segi objek jual beli dan segi pelaku,ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibai menjadi 3 :
1.      Jual beli benda yang kelihatan
2.      Jual beli yang disebutkan sifatnya dalam janji
3.      Jual beli benda yang tak ada
Jual beli benda yang kelihatan  ialah : pada waktu melakukan akad jual beli benda/barang yang diperjual belikan ada didepan penjual dan pembeli hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan,seperti membeli beras dipasar.jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian adalah jual beli salam ( pesanan ) ,menurut kebiasaan para pedagang,salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai ( kontan ) salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah : jual beli yang dilarang oleh agama  islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang bisa merugikan salah satu pihak.[3]
B.     RUKUN JUAL BELI
1.      Penjual dan pembeli dengan syarat sebagai berikut :
a.       Berakal,agar dia tidak terkeco,orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.
b.      Dengan kehendak sendiri ,( bukan dipaksa )
c.       Tidak mubadzir ( pemboros ) sebab harta orang yang mubadzir itu ditangan walinya.
d.      Balig ( berumur 15 keatas atau sudah dewasa ) anak kecil tidak sah jual belinya.[4]

Para imam madzab berbeda pendapat mengenai jual beli yang dilakukan anak kecil,menurut pendapat maliki dan syafii tidak sah,hanafi dan hambali berpendapat sah jika dia sudah mumayyais,akan tetapi hanafi mensyaratkan harus ada  izin dulu dari walinya,dan dengan izin itu dibenarkan lagi sesudah penjualan ,hambali juga mensyaratkan demikian .[5]
2.      Uang dan benda yang dibeli dengan syarat sebagai berikut :
a.       Suci,barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk dibelikan,seperti kulit binatang/bangkai yang belum disama’
b.      Ada manfaatnya tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya dilarang pula mengambil tukaranya karena hal itu termasuk dalam arti menyia-nyiakan harta yang terlarang dalam kitab suci.
c.       Barang itu dapat diserahkan.tidak sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada yang membeli misalnya : ikan dalam laut,barang rampasan yang masih berada ditangan yang merampasnya.
d.      Barang tersebut merupakan kepunyaan sipenjual,kepunyaan yang diwakilinya/yang mengusahakan.
e.       Barang tersebut diketahuai oleh sipenjual dan sipembeli,dzat,bentuk,kadar( ukuran ),dan sifat –sifatnya.[6]

3.      Lafadz Ijab dan Qobul 
Masalah ijab qabul ini ulama’berbeda pendapat diantaranya sebagai berikut:
a.       Menurut ulama’ syafiyah  ialah tidak sah akad jual beli kecuali dengan sighot ijab qabul yan diucapkan.
b.      Imam malik berpendapat  bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami saja.
c.       Pendapat ketiga adalah, penyampaian akad dengan perbuatan atau disebut juga dengan akad bil mu’athoh[7]

Maliki berkata sah jual beli Mu’athah,pendapat ini dipilih oleh Ibnu As-Shobah,An-Nawawi dan segolongan ulama’ syafii lainya ,dalam  riwayat lain ,hanafi dan hambali berpendapat seperti ini ,apakah dalam  jual beli barang kecil dsyaratkan ijab dan qabul sebagaimana barang besar ?hanafi dalam salah satu riwayatnya tdak disyaratkan ,baik dalam   jual beli barang kecil maupun besar ,namun dalam  riwayat lain hanafi mensyaratkan ijab qabul untuk barang yang besar ,sedangkan barang kecil-kecilan t idak diperlukan ,demikian pendapat hambali ,maliki tidak disyaratkan secara mutlak ,stiap hal yang dipandang menurut kebiasaan sebagai jual beli maka hal tersebut menjadi sah[8]   
Syarat Ijab Qabul:
a.       Tidak dipisah dengan diam dalam waktu yang lama,lain halnya jika hanya sejenak.
b.      Tidak ditengah-tengah dengan kata-kata yang lain dari akad,sekalipun hanya sedikit,misalnya kata-kata yang tidak ada kaitanya dengan bentuk transaksi,lagi pula bukan untuk kemaslahatanya
c.       Mempunyai makna yang bersesuaian,tidak harus dalam lafalnya
d.      Ijab harus tidak bergantungan,karena itu,jika akad jual beli digantungkan dengan sesuatu,maka hukumnya tidak sah,misalnya:jika ayahku sudah meninggal dunia,maka ku jual barang ini kepadamu.[9]